Rabu, 10 April 2013

Literature Review Penelitian >> Section III


2.9 Diagram Sebab Akibat

Diagram Ishikawa pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaour Ishikawadari Universitas Tokyo 1953. Diagram sebab akibat disebut juga dikenal dengan diagram Ishikawa atau diagram tulang ikan (fish bone) karena bentuknya menyerupai kerangka tulang ikan yang bagian-bagiannya meliputi kepala, sirip, dan duri.  Diagram sebab akibat menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah. Diagram ini digunakan untuk mengetahui akibat dari suatu masalah untuk selanjutnya diambil tindakan perbaikan. Selain itu, diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram sebab akibat juga merupakan alat visual untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. 
Dari akibat tersebut kemudian dicari beberapa kemungkinan penyebabnya. Penyebab masalah ini pun dapat berasal dari berbagai sumber utama antara : man (manusia, tenaga kerja), method (metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Selanjutnya dari sumber-sumber utama diturunkan menjadi beberapa sumber yang lebih kecil dan mendetail. Untuk mencari beberapa penyebab tersebut dapat digunakan teknik brainstorming. Dengan menggunakan teknik ini akan memudahkan seluruh karyawan untuk menggabungkan ide-ide mengenai penyebab potensial dari suatu masalah. 

Manfaat pengunaan diagram sebab akibat antara lain :

  1. Memudahkan visualisasi hubungan antara penyebab dengan masalah. Hubungan ini akan terlihat dengan mudah pada diagram sebab akibat yang telah dibuat.
  2. Diagram sebab akibat akan memudahkan mengilustrasikan permasalahan utama secara ringkas sehingga tim akan mudah menangkap permasalahan utama.
  3. Memudahkan tim beserta anggota tim untuk melakukan diskusi dan menjadikan diskusi lebih terarah pada masalah dan penyebabnya.
  4. Memfokuskan tim pada penyebab masalah.
  5. Menentukan kesepakatan mengenai penyebab suatu masalah. Dengan menggunakan teknik brainstorming para anggota tim akan memberikan sumbang saran mengenai penyebab munculnya masalah. Berbagai sumbang saran ini akan didiskusikan untuk menentukan mana dari penyebab tersebut yang berhubungan dengan masalah utam termasuk menentukan penyebab yang dominan.
Langkah-langkah dalam penyusunan diagram sebab akibat atau diagram fishbone sebagai berikut :
  1. Membuat kerangka diagram sebab akibat/fishbone. Diagram fishbone meliputi kepala ikan yang diletakkan pada bagian kanan diagram. Kepala ikan ini nantinya akan digunakan untuk menyatakan masalah utama. Bagian kedua merupakan sirip, yang akan digunakan untuk menuliskan kelompok penyebab permasalahan. Bagian ketiga merupakan duri yang akan digunakan untuk menyatakan penyebab masalah. Bentuk kerangka diagram sebab akibat dapat digambarkan seperti gambar 2.3 sebagai berikut:
 2. Merumuskan masalah utama. Masalah merupakan perbedaaan antara kondisi yang ada dengan kondisi yang ditargetkan. Masalah utama ini akan ditempatkan pada bagian kanan dari diagram sebab akibat atau ditempatkan pada kepala ikan. Berikut contoh rumusan masalah utama adalah masalah keterlambatan pengiriman yang disebabkan oleh terlambat muatan, kerusakan pada truk, kemacetan lalu lintas, dan terlalu banyak tempat pemberhentian
3. Langkah selanjutnya adalah mencari faktor-faktor utama yang berpengaruh atau berakibat pada permasalahan. Langkah ini dapat dilakukan dengan teknik brainstorming. Penyebab permasalahan dapat dikelompokkan dalam enam kelompok yaitu man (tenaga kerja dan manusia), method (metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan). Kelompok penyebab masalah ini ditempatkan di diagram fishbone pada sirip ikan.
4. Menemukan penyebab untuk masing-masing kelompok masalah.
5. Langkah selanjutnya setelah masalah dan penyebab masalah diketahui, maka selanjutnya dapat menggambarkannya dalam diagram fishbone.  
2.10 Pendekatan House of Risk     
Pujawan dan Geraldin (2009) mengembangkan model manajemen risiko rantai pasok menggunakan metode konsep House of Quality dan Failure modes and effects analysis (FMEA) untuk menyusun suatu framework dalam mengelola risiko rantai pasok yang dikenal dengan istilah pendekatan house of risk (HOR). Pendekatan HOR bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi probabilitas kemunculan dari penyebab risiko dengan memberikan tindakan pencegahan pada penyebab risiko. Agen risiko atau penyebab risiko merupakan faktor penyebab yang mendorong timbulnya risiko. Dengan mengurangi agen risiko berarti mengurangi timbulnya beberapa kejadian risiko.

Konsep house of quality berasal dari metode quality function deployment (QFD). Konsep dari house of quality akan membantu dalam proses perancangan strategi sehingga dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi atau mengeliminasi penyebab risiko yang telah teridentifikasi. Oleh karena itu, perubahan fungsi HOQ dari perencanaan produk menjadi tool perencanaan strategi mitigasi risiko, maka istilah house of risk (HOR) akan digunakan untuk mengganti istilah HOQ.

Dalam tahapan FMEA, penilaian risiko bertujuan untuk menentukan probabilitas terjadinya risiko, menentukan tingkat dampak dari kejadian risiko, dan mendeteksi risiko. Penilaian terhadap risiko dapat dilakukan melalui perhitungan risk priority number (RPN), perhitungan ini diperoleh dari perkalian probabilitas terjadinya risiko, dampak kerusakan yang dihasilkan, dan deteksi risiko. Namun, dalam pendekatan house of risk, probabilitasnya dikaitkan dengan probabilitas dari penyebab risiko dan dampaknya dikaitkan dengan dampak dari kejadian risiko. Selain itu, perhitungan nilai RPN dirubah dengan perhitungan aggregate risk potential (ARP). Besarnya nilai ARP dapat diperoleh dengan cara perkalian antara probabilitas dari penyebab risiko dengan aggegate dampak dari kejadian risiko.

Secara garis besar, tahapan dalam framework perencanaan strategi dengan menggunakan tool house of risk (HOR) terbagi menjadi dua fase yaitu fase identifikasi risiko sesuai pada gambar 2.4 dan fase penanganan terhadap risiko sesuai pada gambar 2.5 di bawah ini.



2.10.1 Fase Identifikasi Risiko
Tahapan dalam House of Risk 1 digunakan untuk menentukan agen risiko yang harus diberikan prioritas untuk tindakan pencegahan.

·  Tahap 1 :
Identifikasi proses bisnis/aktivitas rantai pasok perusahaan berdasarkan model SCOR (plan, source, make, deliver, dan return). Pembagian proses bisnis ini bertujuan untuk mengetahui dimana risiko tersebut muncul, mengidentifikasi risiko, dan mengidentifikasi penyebab risiko.
·  Tahap 2 :
Identifikasi kejadian risiko di setiap aktivitas proses bisnis yang telah teridentifikasi pada tahap sebelumnya. Risiko merupakan kejadian yang mungkin timbul dan jika kejadian itu benar-benar terjadi akan menghasilkan dampak merugikan bagi perusahaan.
·   Tahap 3 :
Identifikasi besarnya dampak (severity) dari kejadian risiko. Nilai ini menyatakan seberapa besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Besarnya dampak yang dihasilkan ditentukan dengan mengunakan skala 1-10.
·   Tahap 4 :
Identifikasi agen penyebab risiko sebagai pemicu timbulnya risiko dan identifikasi probabilitas terjadinya agen risiko sebagai tingkat peluang frekuensi kemunculan suatu agen risiko.
·   Tahap 5 :
Menentukan besarnya hubungan korelasi antara kejadian risiko dengan agen penyebab risiko. Bila suatu agen risiko menyebabkan risiko, maka dikatakan terdapat korelasi. Nilai korelasi ini memiliki bobot, dimana semakin besar korelasi antara suatu penyebab risiko dan risiko maka akan ditandai dengan skala nilai yang semakin besar. Besarnya hubungan korelasi ini dapat ditentukan dengan menggunakan skala 0,1,3,9. Nilai 0 bila tidak ada korelasi, nilai 1 bila korelasi lemah, nilai 3 bila korelasi sedang, dan nilai 9 bila korelasinya kuat.
·   Tahap 6 :
Menentukan nilai Aggregate risk potential (ARP). Nilai ARP akan digunakan sebagai masukan untuk menentukan prioritas agen risiko mana yang akan diberikan prioritas untuk diberikan tindakan pencegahan terhadap agen risiko.
·   Tahap 7 :
Berdasarkan nilai ARP,  penyebab risiko dapat diurutkan.

2.10.2 Fase Penanganan Risiko
Tahapan berikutnya masuk ke dalam tahapan house of risk 2, Di dalam tahapan ini, perusahaan akan memilih sejumlah tindakan dianggap efektif untuk mengurangi probabilitas dari agen risiko.
·  Tahapan 1
Memilih sejumlah agen risiko yang memiliki nilai ARP terbesar.
·   Tahapan 2
Identifikasi tindakan pencegahan yang dianggap efektif menangani dan mencegah agen risiko.
·   Tahapan 3
Menentukan besarnya korelasi antara tiap tindakan dan agen risiko.
·   Tahapan 4
Menghitung nilai total efektivitas untuk tiap tindakan.
·    Tahapan 5
Menentukan besarnya tingkat kesulitan untuk melakukan tiap tindakan.
·     Tahapan 6
Menghitung efektivitas total rasio tingkat kesulitan.
·      Tahapan 7
Mengurutkan tiap tindakan berdasarkan besarnya rasio tingkat kesulitan.

2.11 Metode ANP
Banyak masalah keputusan yang tidak dapat terstruktur secara hirarki karena permasalahan keputusan melibatkan interaksi dan ketergantungan unsur-unsur yang lebih tinggi dalam hirarki pada unsur yang lebih rendah sehingga dikembangkanlah metode Analytical Network Process (ANP). Metode ANP dipresentasikan sebagai suatu jaringan (Saaty, 2005). Metode ANP dikembangkan oleh pakar dari Pittsburgh University bernama Thomas. L. Saaty. Kehadiran metode ANP mampu memperbaiki kelemahan dari metode AHP berupa kemampuan untuk mengakomodasi antar kriteria atau alternatif (Saaty dan Hall, 1999).
Struktur AHP adalah merumuskan permasalahan keputusan ke dalam hirarki dengan goal, kriteria keputusan, dan alternatif–alternatif. Penilaian dalam metode AHP mempresentasikan asumsi dari  independensi dari unsur–unsur pada tingkat lebih tinggi dari unsur-unsur pada tingkat yang lebih rendah dalam beberapa tingkatan struktur hirarki (Perçin, 2008). Metode AHP dianggap masih memiliki kekurangan dalam menentukan keterkaitan antara faktor-faktor (Perçin, 2008).
 Menurut Saaty (2001) metode ANP mampu mengakomodasi adanya saling keterkaitan dalam bentuk interaksi dan umpan balik dari elemen-elemen dalam klaster (inner dependence) atau antar klaster (outer dependence). Hubungan Inner dependencies dan outer dependencies dapat menangkap dan mewakili konsep dari hubungan saling mempengaruhi atau saling dipengaruhi di dalam dan antar elemen – elemen klaster. Melalui metode ANP, akan diprediksi dan dipresentasikan klaster disertai dengan dugaan akan adanya interaksi di antara klaster-klaster dan elemen anggotanya termasuk kekuatan relatif dari interaksi–interaksi tersebut dalam usaha menangkap hubungan saling mempengaruhi (Saaty, 2001).
Metode Analytical Network Process (ANP) merupakan teori umum pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen–elemen saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol (Saaty dan Hall, 1999). ANP menyediakan framework umum tanpa membuat asumsi–asumsi mengenai ketidakbergantungan dari elemen–elemen pada tingkat yang lebih tinggi dari elemen–elemen pada tingkat yang lebih rendah dan mengenai ketidaktergantungan dari tiap elemen-elemen dalam suatu tingkatan pada sebuah hirarkidari elemen–elemen pada tingkat yang lebih rendah dan mengenai ketidakbergantungan dari tiap–tiap elemen dalam suatu tingkatan pada sebuah hirarki (Saaty dan Hall, 1999). 
Di dalam metode ANP terdapat 2 kontrol yang perlu diperhatikan di dalam memodelkan sistem yang hendak diketahui bobotnya. Kontrol pertama adalah kontrol secara hirarki yang menunjukkan keterkaitan kriteria dan subkriteria dimana pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hirarki seperti pada metode AHP. Kontrol lainnya adalah kontrol keterkaitan yang menunjukkan adanya saling keterkaitan antar kriteria dan klaster.
Dalam membuat keputusan, perlu dibedakan antara struktur hirarki dan jaringan yang digunakan untuk mencerminkan bagian-bagiannya. Hirarki hanya menggambarkan suatu hubungan ketergantungan fungsional satu arah, yaitu ketergantungan level bagian bawah terhadap komponen (level) bagian atas. Jaringan mampu mengakomodasi ketergantungan fungsional dua arah yaitu komponen bagian bawah dan bagian atas saling tergantung secara fungsional. Sebuah ilustrasi yang menggambarkan tentang perbedaan hirarki dan jaringan ditunjukkan pada gambar 2.6 di bawah ini

 


Teknik ANP memiliki beberapa kelebihan yaitu :
  1. Dapat dihubungkan secara bebas, jaringan struktur ANP membuat representasi masalah keputusan yang memungkinkan, tanpa memperhatikan apa yang akan datang pertama dan apa yang datang berikutnya sebagai suatu hirarki.
  2.  Prioritas ANP tidak hanya elemen-elemen saja, tetapi juga kelompok, kluster dari sekumpulan elemen yang seringkali dibutuhkan dalam dunia nyata.
  3.  Dapat menangkap pengaruh ketergantungan antar komponen secara timbal balik.
Metode ANP mengasumsikan bahwa pengambilan keputusan harus membuat perbandingan kepentingan antara dua pasangan atribut yang mungkin, menggunakan skala verbal untuk tiap varian seperti pada tabel 2.1 berikut ini :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar