BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Rantai Pasok
Menurut
Waters (2007), rantai pasok
didefinisikan sebagai serangkaian dari
aktivitas dan organisasi yang memindahkan material dari pemasok hingga sampai
ke pelanggan. Material akan dipindahkan oleh serangkaian organisasi baik
material bersifat tangible dan material bersifat intangible. Perpindahan
material dari pemasok ke dalam perusahaan dikenal dengan inbound logistics sedangkan perpindahan material dari perusahaan ke
pelanggan dikenal dengan outbound
logistik.
Rantai
pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan
jasa kepada para para pelanggannya. Rantai ini merupakan jaringan dari berbagai
organisasi yang saling berhubungan dan memiliki tujuan yang sama. Proses rantai
pasok tidak hanya penyaluran barang saja, tetapi juga termasuk proses dan
aktivitas yang terjadi selama perubahan barang tersebut. Senada dengan Christopher dan Peck (2004) yang mendefinisikan
rantai pasok sebagai serangkaian organisasi yang terlibat dalam hubungan
upstream dan downstream pada proses dan aktivitas yang berbeda untuk
menghasilkan nilai tambah produk dan layanan yang diberikan kepada pelanggan
akhir.
Menurut
Pujawan dan Mahendrawathi (2010), rantai pasok adalah
jaringan perusahaan–perusahaan yang bekerja secara bersama–sama untuk
menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Rantai
pasok melibatkan perusahaan-perusahaan seperti supplier, pabrik, dan
distributor, toko atau ritel, serta perusahaan–perusahaan pendukung seperti
perusahaan jasa logistik.
Sedangkan
menurut Cristopher dan Peck (2004), definisi
rantai pasok adalah jaringan organisasi yang terlibat sepanjang hubungan saling
ketergantungan antara upstream dan downstream di dalam proses dan aktivitas
yang berbeda untuk menghasilkan nilai dalam bentuk produk dan layanan di tangan
konsumen akhir.
Rantai
pasok memiliki tiga aliran rantai pasok yang harus dikelola dengan baik terdiri
dari aliran material, aliran informasi, dan aliran keuangan.
Gambar
2.1 Tiga Macam Aliran Rantai Pasok (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010)
Pada
gambar diatas, menggambarkan aliran dalam rantai pasok
1. Aliran
barang yang mengalir dari hulu ke hilir. Contohnya adalah bahan baku yang
dikirim dari pemasok material ke suatu pabrik material setengah jadi.
2. Aliran
informasi terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Misalnya informasi
tentang persediaan produk yang masih ada di suatu gudang, sering
dibutuhkan oleh pemasok maupun pabrik
yang ikut terlibat di dalamnya. Selain itu, informasi tentang status pengiriman
bahan baku juga sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang
akan menerima.
3. Arus
keuangan meliputi jadwal pembayaran, syarat – syarat kredit.
2.2 Manajemen Rantai
Pasok
Istilah supply chain
management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber (1982). Menurut
(Tan, 2001), deskripsi dari
manajemen rantai pasok untuk mengelola aktivitas bisnis dan hubungan internal di
dalam organisasi dengan pemasok langsung dengan pemasok tier 1 dan pemasok second
tier 2 dan pelanggan sepanjang rantai pasok dan dengan seluruh rantai
pasok.
Supply chain management
(SCM) dapat didefinisikan sebagai metode, alat, atau pendekatan yang terintegrasi
dengan dasar semangat kolaborasi dan koordinasi untuk mengelola jaringan perusahaan-perusahaan
(supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung
seperti jasa logistik) yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan konsumen (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010)
Tujuan dari manajemen
rantai pasok adalah mengelola aliran material di sepanjang rantai pasok untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan dan menyediakan biaya produk seminimal mungkin (Waters,
2007). Selain itu, tujuan manajemen rantai pasok untuk memastikan sebuah produk
berada pada tempat dan waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
sehingga dapat meminimalkan biaya secara keseluruhan.
Manajemen rantai pasok
ditekankan pada upaya untuk melakukan proses yang terintegrasi pada semua
aktivitas rantai pasok melalui kerjasama dan koordinasi dengan perusahaan-perusahaan
partner yang terlibat dalam rantai pasok. Perusahaan-perusahaan tersebut
memiliki tujuan yang sama untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir, sehingga
dengan adanya kerjasama yang saling menguntungkan dan koordinasi yang baik
diharapkan tujuan tersebut akan tercapai. Ruang lingkup dari manajemen rantai
pasok sangat luas yang meliputi semua kegiatan yang terkait aliran material,
uang, dan informasi di sepanjang rantai pasok. Kegiatan-kegiatan utama yang
masuk dalam klasifikasi manajemen rantai pasok terdiri dari :
1. Kegiatan
merancang produk baru
Kegiatan yang berada di dalam
tahapan ini meliputi melakukan riset pasar, merancang poduk baru, melibatkan
pemasok dalam perancangan produk baru.
2. Kegiatan
pengadaan
Kegiatan untuk mendapatkan bahan
baku meliputi memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok, melakukan
pembelian bahan baku dan komponen, memonitor risiko pasokan, dan membina serta
memelihara hubungan dengan pemasok.
3. Kegiatan
planning dan kontrol
Kegiatan perencanaan produksi dan
persediaan meliputi merencanakan permintaan, peramalan permintaan, perencanaan
kapasitas, dan perencanaan produksi dan perencanaan.
4. Kegiatan
melakukan produksi
Kegiatan ini meliputi pengendalian
kualitas dan eksekusi produksi.
5. Kegiatan
melakukan pengiriman
Kegiatan ini meliputi perencanaan
jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan
dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor tingkat layanan di tiap pusat
distribusi.
2.3
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference)
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010), model SCOR
merupakan sebuah model acuan dari operasi rantai pasok. SCOR pada dasarnya juga
merupakan model yang berdasarkan sebuah proses. Model SCOR ini mengintegrasikan
tiga elemen utama dalam manajemen, yaitu business
process reengineering, benchmarking,dan
proses measurement ke dalam kerangka
lintas fungsi dalam rantai pasok.
Ketiga elemen tersebut
memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Business Process reeingineering
pada hakekatnya menangkap proses yang kompleks yang terjadi saat ini dan
mendefinisikan proses yang diinginkan.
2. Benchmarking
adalah kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari perusahaan
sejenis. Target internal kemudian ditentukan berdasarkan kinerja best in class yang diperoleh.
3. Proses
measurement berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan memperbaiki
proses-poses rantai pasok.
Sedangkan menurut Supply-Chain Council (2008), definisi model
SCOR adalah sebuah model proses referensi yang mengintegrasikan konsep proses
bisnis reengineering, benchmarking, dan proses pengukuran ke dalam framework.
Seperti yang
ditunjukkan oleh gambar 2.2, SCOR membagi proses-proses rantai pasok menjadi
lima proses inti yaitu plan, source,
make, deliver, dan return.
Gambar 2.2 Lima proses inti rantai pasok pada
model SCOR (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010).
Ada lima ruang lingkup
dari proses SCOR Pujawan dan Mahendrawathi (2010) yaitu :
1. Plan
yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan
tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman.
Plan mencakup proses-proses dari menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan,
dan pengendaliaan persediaan, perencanaan produksi, perencanaan material, dan
perencanaan kapasitas.
2. Source
yaitu proses pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan. Proses ini
mencakup antara lain: penjadwalan pengiriman dari pemasok, menerima, mengecek,
memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim pemasok, memilih
pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok.
3. Make
yaitu proses untuk mentransformasikan bahan baku menjadi produk yang diinginkan oleh
pelanggan. Proses yang terlibat di sini antara lain : penjadwalan produksi,
melakukan kegiatan produksi, melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang
setengah jadi, dan memelihara fasilitas produksi.
4. Deliver
yaitu proses untuk memenuhi permintaan barang maupun jasa. Proses yang terlibat
di dalamnya antara lain menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan
jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim
tagihan ke pelanggan.
5. Return
yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai
alasan. Proses yang terlibat di dalamnya antara lain: identifikasi kondisi
produk, meminta otorisasi pengembalian barang cacat, penjadwalan pengembalian,
dan melakukan pengembalian.
Model SCOR memiliki
tiga hirarki proses. Tiga hirarki menujukkan bahwa SCOR melakukan dekomposisi
proses dari yang umum ke yang detail. Tiga elemen tersebut adalah :
1. Level
1 adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima proses di atas
(plan, source, make, deliver, dan return)
2. Level
2 adalah konfigurasi level dimana rantai pasok perusahaan bisa dikonfigurasi
berdasarkan 30 proses inti. Perusahaan bisa membentuk konfigurasi saat ini dan
apa yang diinginkan
3. Level
3 adalah proses elemen yang mengandung definisi elemen proses, input, output,
metrik pada masing – masing elemen proses serta referensi
2.4
Faktor Penyebab Timbulnya Risiko
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010), mengelola rantai pasok bukanlah suatu
hal yang mudah dan merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan karena pada rantai
pasok melibatkan banyak pihak di dalam ataupun di luar perusahaan serta cakupan
kegiatan dari rantai pasok yang sangat luas sehingga menjadikan struktur rantai
pasok menjadi lebih kompleks dan menjadikan rantai pasok lebih rentan terhadap risiko. Risiko-risiko dapat
timbul dari suatu kejadian yang tidak dapat diduga secara pasti, misalnya
risiko akibat dari bencana alam, perubahan politik, kerusakan mesin produksi.
Secara umum,
kejadian-kejadian tersebut perlu di identifikasi dalam ranah rantai pasok
sekaligus probabilitas tingkat kemunculan penyebab risiko juga perlu di
identifikasi. Sementara itu, identifikasi penyebab risiko dilakukan dengan
mengidentifikasi akar permasalahan dari masing-masing risiko yang telah
teridentifikasi sebelumnya. Penyebab risiko penting untuk dipahami karena
penyebab-penyebab inilah yang berkontribusi terhadap timbulnya risiko. Selain
itu, penyebab risiko dan probabilitasnya akan mempengaruhi langkah penilaian
risiko.
Berdasarkan
kajian literatur, risiko dapat datang dari berbagai penyebab. Tingginya ketidakpastiaan dalam
pasokan dan permintan, siklus hidup dari produk dan teknologi semakin pendek, peningkatan
penggunaan distribusi, manufaktur, dan mitra logistik merupakan beberapa
penyebab timbulnya risiko (Skipper dan Hanna, 2009).
Menurut Sinha dkk (2004), penyebab dari timbulnya
risiko dapat disebabkan oleh kurangnya
kepercayaan pada rekanan bisnis, memiliki sifat yang sangat bergantung pada aktivtas
outsourcing, kurangnya koordinasi dengan pembeli dan pemasok.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko bisa
terjadi disebabkan oleh perubahan teknologi, dan persaingan yang semakin meluas.
Kedua faktor tersebut memiliki kontribusi yang sangat besar pada timbulnya
risiko.
Menurut Punniyamoorthy (2013), risiko dapat
berpotensi timbul diakibatkan oleh beberapa penyebab antara lain: jaringan
rantai pasok yang semakin kompleks, interaksi antar organisasi yang berbeda di
dalam jaringan rantai pasok, tingginya ketergantungan dengan pemasok, situasi
lingkungan yang semakin dinamis, pendeknya life cycle dari sebuah produk.
Menurut Hadavale dan Alexander (2009), risiko pada
rantai pasok dapat terjadi disebabkan oleh adanya ketidakpastiaan yang melekat
dalam rantai pasok. Ketidakpastiaan terbesar dalam rantai pasok terdiri dari :
ketidakpastiaan permintaan, ketidakpastiaan kapasitas, ketidakpastiaan waktu
pengiriman, perubahan teknologi, perubahan kondisi pasar, persaingan, isu
politik, dan peraturan pemerintah.
Menurut Norrman dan Jansson (2004), risiko yang
terjadi disebabkan oleh peningkatan penggunaan outsourcing, globalisasi dalam
rantai pasok, mengurangi pasokan, life
cycles dari sebuah produk semakin singkat, dan kapasitas yang terbatas.
2.5
Risiko Rantai Pasok
Setiap organisasi
memiliki tujuan yang sama untuk memproduksi produk yang berkualitas dan
menghantarkan produk tersebut ke konsumen dengan tepat waktu. Namun, tanpa
disadari risiko bisa saja terjadi selama produk tersebut diproduksi dan dikirim
ke konsumen. Hadirnya risiko akan mempengaruhi pencapaian tujuan setiap
organisasi sehingga setiap organisasi harus bertanggung jawab atas risiko itu
sendiri. Setiap organisasi memiliki risiko yang berbeda-beda. Risiko tersebut
tidak dapat begitu saja dihilangkan, namun dapat diolah menurut kebutuhan
organisasi. Oleh karena itu, risiko tersebut perlu di identifikasi sesuai
dengan perspektif setiap organisasi. Penanganan risiko yang dilakukan secara
menyeluruh dapat berkontribusi terhadap perbaikan kinerja perusahaan sekaligus
tercapainya tujuan setiap organisasi.
Selain itu, saat ini
jaringan rantai pasok semakin kompleks karena banyak perusahaan-perusahaan yang
terlibat di dalamnya sehingga menyebabkan risiko rantai pasok dapat
bermacam-macam. Risiko dianggap ada apabila suatu peristiwa yang tak terduga
terjadi dan membawa dampak pada terganggunya aliran rantai pasok. Pengaruhnya
dapat diukur dengan mengalikan frekuensi kejadian dan dampak dari kejadian
tersebut (Mills, 2001). Secara umum,
definisi risiko adalah tingkat dari ketidakpastiaan dan dampak dari suatu
kejadian (Sinha dkk, 2004).
Dalam konteks rantai
pasok, risiko dapat didefinisikan secara luas dan berbeda. Berdasarkan kajian
literatur, ada beberapa penelitian terdahulu yang telah mendefinisikan risiko
rantai pasok menurut sudut pandang para peneliti, salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh Waters (2007). Menurut Waters (2007), risiko dalam rantai pasok sebagai
suatu kejadian yang tidak terduga terjadi dan kejadian tersebut akan berdampak
pada terganggunya aliran material selama perjalanan dari pemasok sampai ke
pelanggan terakhir.
Menurut Zsidisin dkk (2004), risiko rantai
pasok merupakan potensi terjadinya insiden yang dikaitkan dengan inbound supply yang disebabkan oleh
kegagalan pemasok atau pasokan yang berada di pasar yang hasilnya berbentuk
ketidakmampuan perusahaan pembelian untuk memenuhi permintaan pelanggan. Sedangkan
Peck dkk (2003), definisi risiko rantai pasok adalah risiko dari aliran
produk, informasi, bahan baku dari pemasok hingga pengiriman produk akhir.
Risiko pada rantai pasok juga bisa didefinisikan sebagai terjadinya suatu
kejadian yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Timbulnya risiko akan
membawa permasalahan operasional, kerugian secara financial, bahkan dapat menghentikan kelangsungan bisnis. Seperti
yang dialami oleh perusahaan Ericsson yang tidak dapat memenuhi permintaan
konsumen disebabkan oleh peristiwa kebakaran yang terjadi pada pemasok
utamanya, sehingga Ericsson menderita kerugian sebesar US $2.34 miliyar (Sheffi, 2005). Sementara, Feng dan Mei (2011) berpendapat
bahwa gangguan risiko pada rantai pasok dapat membawa beberapa permasalahan
seperti lamanya lead-time, kekurangan
material, biaya yang semakin meningkat, kebutuhan pelanggan tidak terpenuhi.
Berdasarkan pengalaman
perusahaan Ericsson, dapat disimpulkan bahwa risiko-risiko yang terjadi akan
membawa dampak yang luar biasa bagi perusahaan. Dampak tersebut tidak hanya
akan mempengaruhi internal perusahaan melainkan juga dapat mempengaruhi
perusahaan-perusahaan yang berada dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu,
diperlukan penanganan yang cepat untuk mengurangi dampak dari kejadian risiko
melalui kerjasama dan koordinasi dengan anggota-anggota rantai pasok perusahaan.
Besarnya dampak menjadi penting untuk menentukan besarnya tingkat dampak dan
mempengaruhi penilaian terhadap risiko.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko
memiliki tiga komponen-komponen antara lain :
1. Peluang
terjadinya kejadian.
2. Konsekuensi
dari terjadinya suatu kejadian.
3. Hubungan
sebab akibat yang menyebabkan kejadian risiko.
Permasalahan-permasalahan
yang sering dihadapi dengan datangnya risiko (Waters, 2007), antara lain :
1. Risiko
tertundanya pengiriman material akan menyebabkan berhentinya proses aktivitas
produksi.
2. Risiko
kenaikan biaya dari bahan baku akan menyebabkan pelanggan mencari barang
subtitusi.
3. Risiko
kenaikan biaya juga dapat menyebabkan perpindahan tempat operasional dan
mencari transportasi.
4. Risiko
dari kerusakan salah satu mesin produksi di pabrik dapat menyebabkan
terhentinya aktivitas produksi sementara sehingga menyebabkan pekerja
mengganggur, tidak mampu memenuhi keinginan pelanggan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar