Rabu, 10 April 2013

Literature review untuk penelitian saya


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Rantai Pasok
Menurut Waters (2007),  rantai pasok didefinisikan sebagai  serangkaian dari aktivitas dan organisasi yang memindahkan material dari pemasok hingga sampai ke pelanggan. Material akan dipindahkan oleh serangkaian organisasi baik material bersifat tangible dan material bersifat intangible. Perpindahan material dari pemasok ke dalam perusahaan dikenal dengan inbound logistics sedangkan perpindahan material dari perusahaan ke pelanggan dikenal dengan outbound logistik.
Rantai pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para para pelanggannya. Rantai ini merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan memiliki tujuan yang sama. Proses rantai pasok tidak hanya penyaluran barang saja, tetapi juga termasuk proses dan aktivitas yang terjadi selama perubahan barang tersebut. Senada dengan Christopher dan Peck (2004) yang mendefinisikan rantai pasok sebagai serangkaian organisasi yang terlibat dalam hubungan upstream dan downstream pada proses dan aktivitas yang berbeda untuk menghasilkan nilai tambah produk dan layanan yang diberikan kepada pelanggan akhir.
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010), rantai pasok adalah jaringan perusahaan–perusahaan yang bekerja secara bersama–sama untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Rantai pasok melibatkan perusahaan-perusahaan seperti supplier, pabrik, dan distributor, toko atau ritel, serta perusahaan–perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
Sedangkan menurut Cristopher dan Peck (2004), definisi rantai pasok adalah jaringan organisasi yang terlibat sepanjang hubungan saling ketergantungan antara upstream dan downstream di dalam proses dan aktivitas yang berbeda untuk menghasilkan nilai dalam bentuk produk dan layanan di tangan konsumen akhir.
Rantai pasok memiliki tiga aliran rantai pasok yang harus dikelola dengan baik terdiri dari aliran material, aliran informasi, dan aliran keuangan. 


Gambar 2.1 Tiga Macam Aliran Rantai Pasok (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010)
Pada gambar diatas, menggambarkan aliran dalam rantai pasok
1.    Aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir. Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari pemasok material ke suatu pabrik material setengah jadi.
2.  Aliran informasi terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Misalnya informasi tentang persediaan produk yang masih ada di suatu gudang, sering dibutuhkan  oleh pemasok maupun pabrik yang ikut terlibat di dalamnya. Selain itu, informasi tentang status pengiriman bahan baku juga sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima.
3.      Arus keuangan meliputi jadwal pembayaran, syarat – syarat kredit.

2.2 Manajemen Rantai Pasok
Istilah supply chain management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber (1982). Menurut (Tan, 2001), deskripsi dari manajemen rantai pasok untuk mengelola aktivitas bisnis dan hubungan internal di dalam organisasi dengan pemasok langsung dengan pemasok tier 1 dan pemasok second tier 2 dan pelanggan sepanjang rantai pasok dan dengan seluruh rantai pasok.
Supply chain management (SCM) dapat didefinisikan sebagai metode, alat, atau pendekatan yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi dan koordinasi untuk mengelola jaringan perusahaan-perusahaan (supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti jasa logistik) yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan konsumen (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010)
Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah mengelola aliran material di sepanjang rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan menyediakan biaya produk seminimal mungkin (Waters, 2007). Selain itu, tujuan manajemen rantai pasok untuk memastikan sebuah produk berada pada tempat dan waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga dapat meminimalkan biaya secara keseluruhan.
Manajemen rantai pasok ditekankan pada upaya untuk melakukan proses yang terintegrasi pada semua aktivitas rantai pasok melalui kerjasama dan koordinasi dengan perusahaan-perusahaan partner yang terlibat dalam rantai pasok. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki tujuan yang sama untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir, sehingga dengan adanya kerjasama yang saling menguntungkan dan koordinasi yang baik diharapkan tujuan tersebut akan tercapai. Ruang lingkup dari manajemen rantai pasok sangat luas yang meliputi semua kegiatan yang terkait aliran material, uang, dan informasi di sepanjang rantai pasok. Kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi manajemen rantai pasok terdiri dari :
1.      Kegiatan merancang produk baru
Kegiatan yang berada di dalam tahapan ini meliputi melakukan riset pasar, merancang poduk baru, melibatkan pemasok dalam perancangan produk baru.
2.      Kegiatan pengadaan
Kegiatan untuk mendapatkan bahan baku meliputi memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor risiko pasokan, dan membina serta memelihara hubungan dengan pemasok.
3.      Kegiatan planning dan  kontrol
Kegiatan perencanaan produksi dan persediaan meliputi merencanakan permintaan, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, dan perencanaan produksi dan perencanaan.
4.      Kegiatan melakukan produksi
Kegiatan ini meliputi pengendalian kualitas dan eksekusi produksi.
5.      Kegiatan melakukan pengiriman
Kegiatan ini meliputi perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor tingkat layanan di tiap pusat distribusi.

2.3  Model SCOR (Supply Chain Operations Reference)
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010), model SCOR merupakan sebuah model acuan dari operasi rantai pasok. SCOR pada dasarnya juga merupakan model yang berdasarkan sebuah proses. Model SCOR ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen, yaitu business process reengineering, benchmarking,dan proses measurement ke dalam kerangka lintas fungsi dalam rantai pasok.
Ketiga elemen tersebut memiliki fungsi sebagai berikut :
1.   Business Process reeingineering pada hakekatnya menangkap proses yang kompleks yang terjadi saat ini dan mendefinisikan proses yang diinginkan.
2.   Benchmarking adalah kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari perusahaan sejenis. Target internal kemudian ditentukan berdasarkan kinerja best in class yang diperoleh.
3.   Proses measurement berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan memperbaiki proses-poses rantai pasok.

Sedangkan menurut Supply-Chain Council (2008), definisi model SCOR adalah sebuah model proses referensi yang mengintegrasikan konsep proses bisnis reengineering, benchmarking, dan proses pengukuran ke dalam framework.
Seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.2, SCOR membagi proses-proses rantai pasok menjadi lima proses inti yaitu plan, source, make, deliver, dan return.



 Gambar 2.2 Lima proses inti rantai pasok pada model SCOR (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010).
Ada lima ruang lingkup dari proses SCOR Pujawan dan Mahendrawathi (2010) yaitu :
1.      Plan yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman. Plan mencakup proses-proses dari  menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan, dan pengendaliaan persediaan, perencanaan produksi, perencanaan material, dan perencanaan kapasitas.
2.      Source yaitu proses pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan. Proses ini mencakup antara lain: penjadwalan pengiriman dari pemasok, menerima, mengecek, memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim pemasok, memilih pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok.
3.      Make yaitu proses untuk mentransformasikan bahan baku  menjadi produk yang diinginkan oleh pelanggan. Proses yang terlibat di sini antara lain : penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi, melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi, dan memelihara fasilitas produksi.
4.      Deliver yaitu proses untuk memenuhi permintaan barang maupun jasa. Proses yang terlibat di dalamnya antara lain menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan.
5.      Return yaitu proses pengembalian atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan. Proses yang terlibat di dalamnya antara lain: identifikasi kondisi produk, meminta otorisasi pengembalian barang cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian.
Model SCOR memiliki tiga hirarki proses. Tiga hirarki menujukkan bahwa SCOR melakukan dekomposisi proses dari yang umum ke yang detail. Tiga elemen tersebut adalah :
1.      Level 1 adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima proses di atas (plan, source, make, deliver, dan return)
2.      Level 2 adalah konfigurasi level dimana rantai pasok perusahaan bisa dikonfigurasi berdasarkan 30 proses inti. Perusahaan bisa membentuk konfigurasi saat ini dan apa yang diinginkan
3.      Level 3 adalah proses elemen yang mengandung definisi elemen proses, input, output, metrik pada masing – masing elemen proses serta referensi
2.4 Faktor Penyebab Timbulnya Risiko
Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010), mengelola rantai pasok bukanlah suatu hal yang mudah dan merupakan sebuah tantangan bagi perusahaan karena pada rantai pasok melibatkan banyak pihak di dalam ataupun di luar perusahaan serta cakupan kegiatan dari rantai pasok yang sangat luas sehingga menjadikan struktur rantai pasok menjadi lebih kompleks dan menjadikan rantai pasok lebih  rentan terhadap risiko. Risiko-risiko dapat timbul dari suatu kejadian yang tidak dapat diduga secara pasti, misalnya risiko akibat dari bencana alam, perubahan politik, kerusakan mesin produksi.
Secara umum, kejadian-kejadian tersebut perlu di identifikasi dalam ranah rantai pasok sekaligus probabilitas tingkat kemunculan penyebab risiko juga perlu di identifikasi. Sementara itu, identifikasi penyebab risiko dilakukan dengan mengidentifikasi akar permasalahan dari masing-masing risiko yang telah teridentifikasi sebelumnya. Penyebab risiko penting untuk dipahami karena penyebab-penyebab inilah yang berkontribusi terhadap timbulnya risiko. Selain itu, penyebab risiko dan probabilitasnya akan mempengaruhi langkah penilaian risiko.
Berdasarkan kajian literatur, risiko dapat datang dari berbagai  penyebab. Tingginya ketidakpastiaan dalam pasokan dan permintan, siklus hidup dari produk dan teknologi semakin pendek, peningkatan penggunaan distribusi, manufaktur, dan mitra logistik merupakan beberapa penyebab timbulnya risiko (Skipper dan Hanna, 2009).
Menurut Sinha dkk (2004), penyebab dari timbulnya risiko dapat disebabkan oleh  kurangnya kepercayaan pada rekanan bisnis, memiliki sifat yang sangat bergantung pada aktivtas outsourcing, kurangnya koordinasi dengan pembeli dan pemasok.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko bisa terjadi disebabkan oleh perubahan teknologi, dan persaingan yang semakin meluas. Kedua faktor tersebut memiliki kontribusi yang sangat besar pada timbulnya risiko.
Menurut Punniyamoorthy (2013), risiko dapat berpotensi timbul diakibatkan oleh beberapa penyebab antara lain: jaringan rantai pasok yang semakin kompleks, interaksi antar organisasi yang berbeda di dalam jaringan rantai pasok, tingginya ketergantungan dengan pemasok, situasi lingkungan yang semakin dinamis, pendeknya life cycle dari sebuah produk.
Menurut Hadavale dan Alexander (2009), risiko pada rantai pasok dapat terjadi disebabkan oleh adanya ketidakpastiaan yang melekat dalam rantai pasok. Ketidakpastiaan terbesar dalam rantai pasok terdiri dari : ketidakpastiaan permintaan, ketidakpastiaan kapasitas, ketidakpastiaan waktu pengiriman, perubahan teknologi, perubahan kondisi pasar, persaingan, isu politik, dan peraturan pemerintah.
Menurut Norrman dan Jansson (2004), risiko yang terjadi disebabkan oleh peningkatan penggunaan outsourcing, globalisasi dalam rantai pasok, mengurangi pasokan, life cycles dari sebuah produk semakin singkat, dan kapasitas yang terbatas.

2.5 Risiko Rantai Pasok
Setiap organisasi memiliki tujuan yang sama untuk memproduksi produk yang berkualitas dan menghantarkan produk tersebut ke konsumen dengan tepat waktu. Namun, tanpa disadari risiko bisa saja terjadi selama produk tersebut diproduksi dan dikirim ke konsumen. Hadirnya risiko akan mempengaruhi pencapaian tujuan setiap organisasi sehingga setiap organisasi harus bertanggung jawab atas risiko itu sendiri. Setiap organisasi memiliki risiko yang berbeda-beda. Risiko tersebut tidak dapat begitu saja dihilangkan, namun dapat diolah menurut kebutuhan organisasi. Oleh karena itu, risiko tersebut perlu di identifikasi sesuai dengan perspektif setiap organisasi. Penanganan risiko yang dilakukan secara menyeluruh dapat berkontribusi terhadap perbaikan kinerja perusahaan sekaligus tercapainya tujuan setiap organisasi.
Selain itu, saat ini jaringan rantai pasok semakin kompleks karena banyak perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya sehingga menyebabkan risiko rantai pasok dapat bermacam-macam. Risiko dianggap ada apabila suatu peristiwa yang tak terduga terjadi dan membawa dampak pada terganggunya aliran rantai pasok. Pengaruhnya dapat diukur dengan mengalikan frekuensi kejadian dan dampak dari kejadian tersebut (Mills, 2001). Secara umum, definisi risiko adalah tingkat dari ketidakpastiaan dan dampak dari suatu kejadian (Sinha dkk, 2004).
Dalam konteks rantai pasok, risiko dapat didefinisikan secara luas dan berbeda. Berdasarkan kajian literatur, ada beberapa penelitian terdahulu yang telah mendefinisikan risiko rantai pasok menurut sudut pandang para peneliti, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Waters (2007). Menurut Waters (2007), risiko dalam rantai pasok sebagai suatu kejadian yang tidak terduga terjadi dan kejadian tersebut akan berdampak pada terganggunya aliran material selama perjalanan dari pemasok sampai ke pelanggan terakhir.
Menurut Zsidisin dkk (2004), risiko rantai pasok merupakan potensi terjadinya insiden yang dikaitkan dengan inbound supply yang disebabkan oleh kegagalan pemasok atau pasokan yang berada di pasar yang hasilnya berbentuk ketidakmampuan perusahaan pembelian untuk memenuhi permintaan pelanggan. Sedangkan Peck dkk (2003), definisi  risiko rantai pasok adalah risiko dari aliran produk, informasi, bahan baku dari pemasok hingga pengiriman produk akhir. Risiko pada rantai pasok juga bisa didefinisikan sebagai terjadinya suatu kejadian yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.
Timbulnya risiko akan membawa permasalahan operasional, kerugian secara financial, bahkan dapat menghentikan kelangsungan bisnis. Seperti yang dialami oleh perusahaan Ericsson yang tidak dapat memenuhi permintaan konsumen disebabkan oleh peristiwa kebakaran yang terjadi pada pemasok utamanya, sehingga Ericsson menderita kerugian sebesar US $2.34 miliyar (Sheffi, 2005). Sementara, Feng dan Mei (2011) berpendapat bahwa gangguan risiko pada rantai pasok dapat membawa beberapa permasalahan seperti lamanya lead-time, kekurangan material, biaya yang semakin meningkat, kebutuhan pelanggan tidak terpenuhi.
Berdasarkan pengalaman perusahaan Ericsson, dapat disimpulkan bahwa risiko-risiko yang terjadi akan membawa dampak yang luar biasa bagi perusahaan. Dampak tersebut tidak hanya akan mempengaruhi internal perusahaan melainkan juga dapat mempengaruhi perusahaan-perusahaan yang berada dalam jaringan rantai pasok. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang cepat untuk mengurangi dampak dari kejadian risiko melalui kerjasama dan koordinasi dengan anggota-anggota rantai pasok perusahaan. Besarnya dampak menjadi penting untuk menentukan besarnya tingkat dampak dan mempengaruhi penilaian terhadap risiko.
Menurut Ritchie dan Brindley (2007), risiko memiliki tiga komponen-komponen antara lain :
1.      Peluang terjadinya kejadian.
2.      Konsekuensi dari terjadinya suatu kejadian.
3.      Hubungan sebab akibat yang menyebabkan kejadian risiko.
Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi dengan datangnya risiko (Waters, 2007), antara lain :
1.  Risiko tertundanya pengiriman material akan menyebabkan berhentinya proses aktivitas produksi.
2.      Risiko kenaikan biaya dari bahan baku akan menyebabkan pelanggan mencari barang subtitusi.
3.    Risiko kenaikan biaya juga dapat menyebabkan perpindahan tempat operasional dan mencari transportasi.
4.  Risiko dari kerusakan salah satu mesin produksi di pabrik dapat menyebabkan terhentinya aktivitas produksi sementara sehingga menyebabkan pekerja mengganggur, tidak mampu memenuhi keinginan pelanggan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar