Rabu, 10 April 2013

Literature Review Penelitian>>section II

2.6 Kategori Risiko Rantai Pasok
Saat ini, jaringan rantai pasok semakin kompleks karena banyak perusahaan yang terlibat di dalamnya Perusahaan tersebut memiliki tujuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Tingginya kompleksitas jaringan rantai pasok akan menyebabkan risiko yang timbul berbeda-beda.
Berdasarkan penyebabnya, risiko dapat dikategorikan berbeda-beda. Risiko dapat dikategorikan ke dalam 5 kategori yaitu risiko berasal dari lingkungan eksternal, risiko berasal dari industri, risiko berasal dari rantai pasok, risiko berasal dari hubungan dengan rekanan bisnis, risiko berasal dari aktivitas di dalam organisasi (Olson dan Wu, 2010).
Penulis lain, Jüttner (2005) memberikan kategori risiko  rantai pasok menjadi 5 kategori, yaitu
1.      Risiko Lingkungan
Risiko berasal dari lingkungan luar (di luar rantai pasok). Risiko-risiko ini disebabkan oleh gangguan politik, bencana alam, dan serangan teroris.
2.      Risiko Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai pasok. Risiko pasokan disebabkan oleh ketidakpastiaan yang selalu melekat pada rantai pasok. Risiko pasokan bisa terjadi dari aktivitas dari pemasok dan hubungan dengan pemasok.
3.      Risiko Permintaan
Risiko permintaan berasal dari aliran logistik dan permintaan dari suatu produk. Permintaan suatu produk disebabkan oleh life cycles dari suatu produk semakin pendek.
4.      Risiko Proses
Risiko proses berasal dari aktivitas perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan dan ketergantungan pada sistem IT.
5.      Risiko Kontrol
Risiko kontrol berasal dari aktivitas di dalam perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan membuat kebijakan seperti kesalahan pada perencanaan batch size.
Water (2007) memberikan kategori risiko dalam rantai pasok menjadi tiga kategori, yaitu:
1.      Risiko internal berasal dari operasi suatu organisasi.

  • Risiko bisa terjadi karena kerusakan sistem informasi, kesalahan manusia, dan kualitas yang buruk.
  • Risiko bisa terjadi akibat dari keputusan manager seperti kesalahan pada waktu menentukan batch sizes, dan menentukan besar kecilnya safety stock.
2.      Risiko rantai pasok dari eksternal organisasi tetapi masih berada dalam rantai pasok.

  •  Risiko timbul dari pemasok yang disebabkan oleh lead time yang panjang, ketidaktersediaan material, permasalahan pengiriman, dan tindakan industri.
  • Risiko timbul dari pelanggan yang disebabkan oleh ketidakstabilan permintaan dari pelanggan, keterlambatan pembayaran, dan permasalahan dalam proses pesanan.
3.   Risiko eksternal berasal dari luar rantai pasok yang timbul dari interaksi dengan lingkungan seperti peraturan, bencana alam, kecelakaan, dan cuaca yang ekstrem.
Sedangkan menurut Christopher dan Peck (2004) memberikan kategori risiko menjadi 5 aktegori, yaitu
1.      Risiko Proses
Risiko yang timbul dari internal perusahaan. Risiko proses timbul akibat adanya gangguan selama proses yang terjadi di dalam aktivitas perusahaan.
2.      Risiko Kontrol
Risiko berasal dari internal perusahaan. Risiko timbul akibat dari kesalahan aturan-aturan.
3.      Risiko Permintaan
Risiko berasal dari dalam rantai pasok. Risiko permintaan akibat dari gangguan aliran dari bahan baku, produk, dan informasi.
4.      Risiko Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai pasok. Risiko pasokan akibat dari terganggunya aliran produk dan informasi berasal dari dalam jaringan upstream perusahaan.
5.      Risiko lingkungan
Risiko lingkungan ini berasal dari luar perusahaan dan rantai pasok.
Risiko akibat dari kejadian tak terduga yangbisa terjadi dan jika kejadian ini terjadi akan berdampak pada perusahaan. Kejadian yang membawa dampak bagi perusahaan antara lain: kejadian ekonomi, kejadian politik, dan kejadian teknologi.
Menurut Cucchiella dan Gastaldi (2006), risiko dapat dikategorikan menjadi 2 kategori antara lain :
1.   Risiko internal diakibatkan oleh variasi kapasitas, peraturan, tertundanya material, dan faktor organisasi.
2.    Risiko eksternal diakibatkan oleh harga di pasaran, tindakan pesaing, tekanan harga, kualitas dari pemasok, dan isu politik.
Menurut Punniyamoorthy (2013), sumber risiko dapat dikategorikan menjadi 6 kategori yaitu :
1.      Risiko Pasokan
Terjadinya suatu gangguan akibat dari suatu kejadian yang merugikan dalam pasokan secara inbound yang secara langsung mempengaruhi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.      Risiko Manufacturing
Risiko ini menyebabkan ketidakefisienan rantai pasok juga membawa dampak pada kinerja rantai pasok semakin menurun.
3.      Risiko Permintaan
Risiko permintaan merupakan hasil dari gangguan dari operasi rantai pasok yang berada di downstream.
4.      Risiko logistik
Risiko pada lingkup ini didefinisikan sebagai potensi gangguan aliran dari material, informasi, dan uang.
5.      Risiko Informasi
Risiko informasi timbul dikarenakan ketidaktersediaan informasi, struktur informasi mengalami breakdown, dan keamanan sistem informasi.
6.      Risiko Lingkungan
Risiko ini timbul dari interaksi antara jaringan rantai pasok dan lingkungan. Risiko yang bisa timbul karena bencana alam, kurangnya ketersediaan para pekerja, pemogokan tenaga kerja, dan krisis ekonomi.
Menurut Pfohl dkk (2011) memberikan kategori risiko dalam rantai pasok menjadi 3 kategori antara lain :
1.      Risiko yang timbul dari dalam perusahaan yaitu risiko yang timbul dari dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu risiko proses dan risiko kontrol. 

  • Risiko proses dapat digambarkan sebagai gangguan di dalam aktivitas dari perusahaan seperti penundaaan produksi atau kehilangan sumber daya operasi. 
  • Risiko kontrol meliputi gangguan dari sistem manajamen serta keputusan yang tidak tepat dalam mengkoordinasikan proses dan pemasok dan pelanggan seperti kesalahan dalam merencanakan lot sizes atau kesalahan intruksi.
2.      Risiko yang berasal dari rantai pasok.
Risiko yang mungkin bisa terjadi antara lain: risiko pasokan dan risiko permintaan

  • Risiko pasokan berdasarkan gangguan yang diakibatkan oleh kehilanggan pemasok utama. 
  • Risiko permintaan dikaitkan dengan permintaan dari pelanggan atau permintaan seasonal mengalami fluktasi.
3.      Risiko diluar rantai pasok atau risiko lingkungan.
                    Risiko ini disebabkan oleh bencana alam, dan serangan teroris.
Menurut Tang (2006) mengkategorikan risiko rantai pasok ke dalam 2 kategori antara lain :
1.      Risiko operasi.
Risiko ini dikaitkan dengan ketidakpastiaan yang melekat dalam rantai pasok seperti permintaan, pasokan, dan biaya.
2.      Risiko gangguan.
Risiko gangguan ini dapat disebabkan oleh bencana alam dan krisis ekonomi.

2.7 Supply Chain Risk Management (SCRM)
Banyak kejadian yang terjadi dalam rantai pasok dan kejadian tersebut menyebabkan permasalahan operasional dan terhentinya aktivitas bisnis suatu perusahaan. Seperti kejadian yang dialami oleh Ericsson pada tahun 2000, Ericsson mengalami kegagalan untuk memenuhi permintaan pelanggan akibat peristiwa kebakaran yang dialami oleh pemasok sehingga perusahaan harus menghadapi kerugian sebesar $2.34 miliyar (Kayis and Karningsih, 2012). Dari pengalaman yang dialami oleh perusahaan Ericsson menunjukkan bahwa risiko memiliki dampak yang merugikan dan berakibat pada kerugian secara financial.
Jika risiko tersebut berpotensi mempengaruhi kelancaran aliran rantai pasok, maka risiko tersebut perlu dilakukan penanganan yang baik melalui pendekatan yang sistematis dan terstruktur sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pendekatan tersebut dikenal dengan istilah manajemen risiko rantai pasok. Manajemen risiko rantai pasok (SCRM) telah menjadi perhatian utama bagi para akademisi dan praktisi selama beberapa tahun terakhir dan merupakan bagian dari mengelola rantai pasok.
Mengelola risiko rantai pasok sangat penting dilakukan untuk memastikan langkah-langkah yang diambil tepat sehingga dapat menghindari dan meminimalkan konsekuensi yang merugikan dari sebuah kejadian (Kayis and Karningsih, 2012). Manajemen risiko rantai pasok adalah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespon risiko di sepanjang organisasi (Waters, 2007)
Menurut Norrman dan Jansson (2004), manajemen risiko rantai pasok dapat berjalan dengan baik apabaila ada kolaborasi antara anggota-anggota yang berada dalam rantai pasok untuk menerapkan proses manajemen risiko rantai pasok secara bersama-sama sebagai alat untuk berurusan dengan risiko dan ketidakpastiaan yang disebabkan oleh aktivitas logistik. Tujuan dari manajemen risiko rantai pasok adalah memahami dan mencoba menghindari dampak yang sangat merugikan dari terjadinya suatu kejadian yang dapat dimiliki oleh rantai pasok.
Menurut Peck dkk (2003), definisi manajemen risiko rantai pasok adalah proses identifikasi dan manajemen risiko rantai pasok melalui pendekatan yang terkoordinasi dengan anggota-anggota rantai pasok untuk mengurangi kerentanan pada rantai pasok secara keseluruhan. Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah mampu mengidentifikasi sumber risiko dan mengimplementasikan tindakan untuk menghindari kerentanan pada rantai pasok. Selain itu, manajemen risiko rantai pasok memiliki tujuan untuk mengurangi probabilitas dari kejadian risiko terjadi dan meningkatkan kemampuan untuk kembali pulih dari gangguan risiko (Pujawan dan Geraldin 2009).
 Secara umum, menurut Kayis dan Karningsih (2012) proses manajemen risiko rantai pasok terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1.      Identifikasi Risiko
Tahapan ini untuk mengidentifikasi potensi risiko dan sumber risiko melalui pemahaman kondisi internal dan eksternal dan semua aktivitas.
2.      Penilaian Risiko
Tahapan ini untuk menentukan dampak risiko yang teridentifikasi dari tahapan sebelumnya.
3.      Evaluasi Risiko
Menentukan prioritas risiko menurut dampak dan kiterianya (keuntungan  biaya, ketersediaan sumber daya).
4.      Mitigasi Risiko
Menentukan tindakan untuk berurusan dengan risiko.
Identifikasi risiko adalah tahapan pertama dan terpenting dalam manajemen risiko rantai pasok. Saat ini, jaringan rantai pasok semakin kompleks sehingga akan menyulitkan para pengambil keputusan untuk melakukan identifikasi risiko. Oleh karena itu, para pengambil keputusan memerlukan alat bantu untuk mengidentifikasi risiko. Berbagai teknik dan alat bantu untuk mengidentifikasi risiko antara lain: diagram sebab-akibat, analisis pareto, checklists, brainstorming, dan wawancara (Waters, 2007). Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah yang terkena potensi risiko, potensi risiko yang dapat terjadi dan penyebab risiko di sekitar proses bisnis perusahaan.  Berdasarkan kajian literatur, beberapa penulis melakukan identifikasi risiko dengan cara memetakan proses bisnis pada rantai pasok. Dalam penelitian Pujawan dan Geraldin, (2009) teknik yang digunakan dalam proses identifikasi risiko adalah branstorming dan memetakan proses bisnis rantai pasok ke dalam 5 proses yaitu plan, source, make, deliver, dan return untuk mempermudahkan menemukan risiko dan penyebabnya. Teknik brainstorming sering banyak digunakan untuk proses identifikasi risiko dan teknik ini sering digunakan dalam diskusi kelompok untuk menghasilkan gagasan dalam mencari solusi penyelesaian permasalahan yang dihadapi.
Namun, proses identifikasi risiko tidak hanya mengidentifikasi risiko di dalam jaringan rantai pasok, tetapi juga harus mempertimbangkan adanya keterkaitan beberapa risiko dalam jaringan rantai pasok (Kayis dan Karningsih, 2012). Risiko rantai pasok  yang berhasil di identifikasi tidak hanya diidentifikasi sebagai peristiwa yang terisolasi karena adanya keterkaitan satu risiko dengan risiko lainnya. Dengan memahami hubungan keterkaitan ini akan memudahkan untuk memahami dampak risiko pada seluruh jaringan rantai pasok (Kayis dan Karningsih, 2012). Menurut Chopra dan Sodhi (2004), mengelola risiko rantai pasok sangat sulit karena masing-masing risiko saling berhubungan satu sama lain sehingga saat melakukan strategi mitigasi pada salah satu risiko dapat memperburuk risiko lain. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang variasi sumber risiko dan keterkaitan risiko rantai pasok akan membantu manager dalam memahami dampak risiko pada jaringan rantai pasok dan memudahkan manager mengambil tindakan strategi untuk mengurangi risiko yang terjadi (Chopra dan Sodhi, 2004).
Pfohl dkk (2011) mengusulkan model untuk menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model tersebut dikenal dengan interpretive structural modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk mengidentifikasi risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok pada tingkat berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan, risiko berasal dari supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal dari luar rantai pasok.
Tahap selanjutnya dari proses manajemen risiko rantai pasok adalah penilaian risiko. Tujuan dari penilaian risiko untuk mengevaluasi peluang terjadinya suatu kejadian dan memperkirakan kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari risiko. Dalam penelitian ini, pada tahapan penilaian risiko dampaknya dikaitkan dengan dampak dari kejadian risiko, probabilitas dikaitkan dengan probabilitas dari suatu penyebab risiko.
 Selain itu, tujuan dari penilaian risiko untuk memberikan informasi yang mendalam tentang risiko yang telah teridentifikasi dalam rangka untuk mengurangi dampak dan kemungkinan kemunculan serta menyiapkan suatu rencana tindakan untuk menghadapi risiko (Baird, 1986).  Teknik yang umum digunakan untuk menganalisis dan menilai risiko dengan menggunakan metode FMEA. Metode FMEA merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menilai risiko dan dapat membantu untuk mengetahui probabilitas terjadinya risiko serta dampak dari kejadian risiko. Penilaian risiko dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada para stakeholder perusahaan yang mengerti kondisi perusahaan. Pembuatan kuesioner tersebut bertujuan untuk menentukan tingkat dampak dan menentukan tingkat probabilitas kejadian risiko menurut persepsi para stakeholder perusahaan. Penilaian ini akan mempengaruhi tahap eveluasi risiko untuk memprioritaskan risiko yang akan dimitigasi.
Penelitian terdahulu mengenai penilaian risiko pernah dikaji oleh Gaudenzi dan Borghesi (2006) dengan mengembangkan metodologi analytic hierarchy process (AHP) untuk menilai risiko. Metode AHP digunakan untuk memprioritaskan tujuan dari rantai pasok, mengidentifikasi indikator risiko, menilai potensi dampak dari kejadian negatif, dan hubungan sebab-akibat sepanjang rantai. Sementara itu, Berenji dan Anantharaman (2011) mengusulkan metodologi untuk mengidentifikasi dan menilai risiko dalam rantai pasok menggunakan metode Fuzzy Analytic Network Process dan Fuzzy TOPSIS. Metode Fuzzy Analytic Network Process digunakan untuk menggambarkan hubungan keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok, sedangkan untuk Fuzzy TOPSIS merupakan metode yang digunakan untuk memilih anggota yang berada di dalam rantai pasok yang memiliki risiko terbesar.
Selanjutnya tahapan evaluasi risiko, tahapan ini akan mengevaluasi risiko mana yang akan diberikan prioritas terlebih dahulu untuk diberikan tindakan mitigasi risiko. Risiko-risiko ini akan diprioritaskan berdasarkan perhitungan RPN yang diperoleh pada tahapan penilaian risiko. Dari nilai tersebut, risiko-risiko rantai pasok akan diurutkan dan risiko-risiko yang memiliki nilai terbesar akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk tindakan pencegahan.
Langkah terakhir, strategi mitigasi risiko dimana data yang dikumpulkan dan diperoleh dari tahap sebelumnya. Tujuan dari strategi mitigasi risiko untuk mengambil tindakan yang dianggap tepat dan akurat untuk mengurangi probabilitas terjadinya risiko dan mengurangi dampak dari kejadian risiko.  Strategi mitigasi dapat dicapai apabila ada koordinasi dengan anggota-anggota yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok. Dalam penelitian ini, strategi mitigasi akan dirancang untuk penyebab risiko karena penyebab risiko inilah yang mendorong beberapa risiko timbul.
Pujawan dan Geraldin (2009) mengembangkan metodologi untuk strategi mitigasi risiko dengan pendekatan model House of risk. Pendekatan House of risk merupakan model yang menggabungkan konsep FMEA dan HOQ. Pendekatan bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi probabilitas kemuculan dari penyebab risiko dengan memberikan tindakan pencegahan pada penyebab risiko. Sementara, Sinha dkk (2004) mengusulkan metodologi untuk mitigasi risiko rantai pasok. Model ini melibatkan proses aktivitas dari identifikasi, menganalisis, solusi perencanaan dan implementasi, analisis FMEA, dan melakukan perbaikan terus-menerus. Kelima aktivitas tersebut dimodelkan dalam model IDEFO dimana setiap aktivitas memiliki imput, output, mekanisme, dan kontrol. Model ini akan diterapkan pada industri dirgantara.

2.8  Keterkaitan Risiko Rantai Pasok
Identifikasi risiko merupakan tahapan awal dan tahapan penting dalam manajemen risiko rantai pasok. Identifikasi risiko dapat dijadikan sebagai salah satu cara mengidentifikasi risiko dan penyebab risiko yang mungkin terjadi di dalam jaringan rantai pasok. Di sisi lain, proses identifikasi risiko tidak hanya mengidentifikasi risiko di dalam rantai pasok, tetapi juga harus mempertimbangkan sebuah hubungan saling keterkaitan risiko-risiko di dalam rantai pasok (Kayis dan Karningsih, 2012). Sementara, Gaudenzi dan Borghesi (2006) berpendapat bahwa proses identifikasi risiko juga harus mempertimbangkan 3 hal yaitu apa yang yang menjadi penyebab risiko, dimana risiko tersebut muncul, dan apakah risiko tersebut saling berkaitan. Namun, penelitian mengenai keterkaitan risiko-risiko pada rantai pasok masih sedikit (Pfohl dkk, 2011).
Menurut Kayis dan Karningsih (2012), risiko di dalam rantai pasok yang berhasil di identifikasi tidak hanya diidentifikasi sebagai peristiwa yang terisolasi karena ada sebuah hubungan keterkaitan satu risiko dengan risiko lainnya. Dengan memahami hubungan keterkaitan risiko-risiko di dalam rantai pasok akan memudahkan dalam memahami dampak yang dihasilkan dari risiko. 
Sedangkan, menurut Chopra dan Sodhi (2004) mengelola risiko dalam rantai pasok bukanlah suatu hal yang mudah karena ada banyak sumber-sumber risiko dan masing-masing risiko tersebut sering memiliki hubungan keterkaitan satu dengan yang lain. Dengan mengetahui sumber-sumber risiko dan keterkaitannya akan membantu dalam mengupayakan keseimbangan dalam strategi untuk mengurangi risiko secara efektif. Selain itu, Chopra dan Sodhi (2004) menegaskan bahwa mengidentifikasi hubungan sebab-akibat pada masing-masing risiko menjadi penting karena terdapat pengaruh tersembunyi dari salah satu risiko yang sehubungan dengan risiko lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan yang sangat besar.
Berdasarkan kajian literatur, beberapa penulis membahas mengenai hubungan keterkaitan risiko-risiko rantai pasok. Salah satu penulis yang membahas mengenai hubungan keterkaitan yaitu Pfohl dkk (2011) dengan mengusulkan model untuk menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model tersebut dikenal dengan interpretive structural modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk mengidentifikasi risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok pada tingkat berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan, risiko berasal dari supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal dari luar rantai pasok.
Penulis lain, Kayis dan Karningsih (2012) mengusulkan supply chain risk identification system (SCRIS) untuk membantu para pengambil keputusan dalam mengidentifikasi risiko dan keterkaitan risiko dalam rantai pasok. SCRIS dikembangkan dengan menggunakan teknik knowledge based system (KBS). Area fokus penelitiannya di jaringan rantai pasok dan lingkungan di luar rantai pasok dengan mempertimbangkan karakteristik dari produk yang diberikan.
Sementara, Gaudenzi dan Borghesi (2006) mengusulkan metode Analytical hierarchy process (AHP) untuk menilai risiko pada rantai pasok. AHP akan digunakan untuk memprioritaskan tujuan rantai pasok, mengidentifikasi keterkaitan risiko, menilai potensial dampak dari kejadian risiko, dan menganalisis hubungan sebab akibat di sepanjang rantai pasok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar