2.6
Kategori Risiko Rantai Pasok
Saat
ini, jaringan rantai pasok semakin kompleks karena banyak perusahaan yang
terlibat di dalamnya Perusahaan tersebut memiliki tujuan yang sama dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan. Tingginya kompleksitas jaringan rantai pasok akan
menyebabkan risiko yang timbul berbeda-beda.
Berdasarkan
penyebabnya, risiko dapat dikategorikan berbeda-beda. Risiko dapat
dikategorikan ke dalam 5 kategori yaitu risiko berasal dari lingkungan
eksternal, risiko berasal dari industri, risiko berasal dari rantai pasok,
risiko berasal dari hubungan dengan rekanan bisnis, risiko berasal dari
aktivitas di dalam organisasi (Olson dan Wu, 2010).
Penulis
lain, Jüttner (2005) memberikan
kategori risiko rantai pasok menjadi 5
kategori, yaitu
1.
Risiko Lingkungan
Risiko berasal dari lingkungan luar
(di luar rantai pasok). Risiko-risiko ini disebabkan oleh gangguan politik,
bencana alam, dan serangan teroris.
2. Risiko
Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai
pasok. Risiko pasokan disebabkan oleh ketidakpastiaan yang selalu melekat pada
rantai pasok. Risiko pasokan bisa terjadi dari aktivitas dari pemasok dan
hubungan dengan pemasok.
3. Risiko
Permintaan
Risiko permintaan berasal dari aliran
logistik dan permintaan dari suatu produk. Permintaan suatu produk disebabkan
oleh life cycles dari suatu produk
semakin pendek.
4. Risiko
Proses
Risiko proses berasal dari
aktivitas perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan dan
ketergantungan pada sistem IT.
5. Risiko
Kontrol
Risiko kontrol berasal dari
aktivitas di dalam perusahaan. Risiko bisa terjadi akibat dari kesalahan
membuat kebijakan seperti kesalahan pada perencanaan batch size.
Water
(2007) memberikan kategori risiko dalam rantai pasok menjadi tiga kategori,
yaitu:
1. Risiko
internal berasal dari operasi suatu organisasi.
- Risiko bisa terjadi karena kerusakan sistem informasi, kesalahan manusia, dan kualitas yang buruk.
- Risiko bisa terjadi akibat dari keputusan manager seperti kesalahan pada waktu menentukan batch sizes, dan menentukan besar kecilnya safety stock.
2. Risiko
rantai pasok dari eksternal organisasi tetapi masih berada dalam rantai pasok.
- Risiko timbul dari pemasok yang disebabkan oleh lead time yang panjang, ketidaktersediaan material, permasalahan pengiriman, dan tindakan industri.
- Risiko timbul dari pelanggan yang disebabkan oleh ketidakstabilan permintaan dari pelanggan, keterlambatan pembayaran, dan permasalahan dalam proses pesanan.
3. Risiko
eksternal berasal dari luar rantai pasok yang timbul dari interaksi dengan
lingkungan seperti peraturan, bencana alam, kecelakaan, dan cuaca yang ekstrem.
Sedangkan menurut Christopher dan Peck (2004) memberikan
kategori risiko menjadi 5 aktegori, yaitu
1. Risiko
Proses
Risiko yang timbul dari internal
perusahaan. Risiko proses timbul akibat adanya gangguan selama proses yang
terjadi di dalam aktivitas perusahaan.
2. Risiko
Kontrol
Risiko berasal dari internal
perusahaan. Risiko timbul akibat dari kesalahan aturan-aturan.
3. Risiko
Permintaan
Risiko berasal dari dalam rantai
pasok. Risiko permintaan akibat dari gangguan aliran dari bahan baku, produk,
dan informasi.
4. Risiko
Pasokan
Risiko berasal dari dalam rantai
pasok. Risiko pasokan akibat dari terganggunya aliran produk dan informasi
berasal dari dalam jaringan upstream perusahaan.
5. Risiko
lingkungan
Risiko lingkungan ini berasal dari
luar perusahaan dan rantai pasok.
Risiko akibat dari kejadian tak
terduga yangbisa terjadi dan jika kejadian ini terjadi akan berdampak pada
perusahaan. Kejadian yang membawa dampak bagi perusahaan antara lain: kejadian ekonomi,
kejadian politik, dan kejadian teknologi.
Menurut Cucchiella dan Gastaldi (2006), risiko dapat
dikategorikan menjadi 2 kategori antara lain :
1. Risiko
internal diakibatkan oleh variasi kapasitas, peraturan, tertundanya material,
dan faktor organisasi.
2. Risiko
eksternal diakibatkan oleh harga di pasaran, tindakan pesaing, tekanan harga,
kualitas dari pemasok, dan isu politik.
Menurut Punniyamoorthy (2013), sumber risiko
dapat dikategorikan menjadi 6 kategori yaitu :
1. Risiko
Pasokan
Terjadinya suatu gangguan akibat
dari suatu kejadian yang merugikan dalam pasokan secara inbound yang secara langsung mempengaruhi perusahaan dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan.
2.
Risiko Manufacturing
Risiko ini menyebabkan
ketidakefisienan rantai pasok juga membawa dampak pada kinerja rantai pasok
semakin menurun.
3. Risiko
Permintaan
Risiko permintaan merupakan hasil
dari gangguan dari operasi rantai pasok yang berada di downstream.
4. Risiko
logistik
Risiko pada lingkup ini
didefinisikan sebagai potensi gangguan aliran dari material, informasi, dan
uang.
5. Risiko
Informasi
Risiko informasi timbul dikarenakan
ketidaktersediaan informasi, struktur informasi mengalami breakdown, dan keamanan sistem informasi.
6. Risiko
Lingkungan
Risiko ini timbul dari interaksi
antara jaringan rantai pasok dan lingkungan. Risiko yang bisa timbul karena
bencana alam, kurangnya ketersediaan para pekerja, pemogokan tenaga kerja, dan
krisis ekonomi.
Menurut
Pfohl dkk (2011)
memberikan kategori risiko dalam rantai pasok menjadi 3 kategori antara lain :
1. Risiko
yang timbul dari dalam perusahaan yaitu risiko
yang timbul dari dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu risiko proses
dan risiko kontrol.
- Risiko proses dapat digambarkan sebagai gangguan di dalam aktivitas dari perusahaan seperti penundaaan produksi atau kehilangan sumber daya operasi.
- Risiko kontrol meliputi gangguan dari sistem manajamen serta keputusan yang tidak tepat dalam mengkoordinasikan proses dan pemasok dan pelanggan seperti kesalahan dalam merencanakan lot sizes atau kesalahan intruksi.
2. Risiko
yang berasal dari rantai pasok.
Risiko yang mungkin bisa terjadi
antara lain: risiko pasokan dan risiko permintaan
- Risiko pasokan berdasarkan gangguan yang diakibatkan oleh kehilanggan pemasok utama.
- Risiko permintaan dikaitkan dengan permintaan dari pelanggan atau permintaan seasonal mengalami fluktasi.
3. Risiko
diluar rantai pasok atau risiko lingkungan.
Risiko
ini disebabkan oleh bencana alam, dan serangan teroris.
Menurut
Tang (2006) mengkategorikan
risiko rantai pasok ke dalam 2 kategori antara lain :
1. Risiko
operasi.
Risiko ini dikaitkan dengan
ketidakpastiaan yang melekat dalam rantai pasok seperti permintaan, pasokan,
dan biaya.
2. Risiko
gangguan.
Risiko gangguan ini dapat
disebabkan oleh bencana alam dan krisis ekonomi.
2.7
Supply Chain Risk Management (SCRM)
Banyak kejadian yang
terjadi dalam rantai pasok dan kejadian tersebut menyebabkan permasalahan
operasional dan terhentinya aktivitas bisnis suatu perusahaan. Seperti kejadian
yang dialami oleh Ericsson pada tahun 2000, Ericsson mengalami kegagalan untuk
memenuhi permintaan pelanggan akibat peristiwa kebakaran yang dialami oleh
pemasok sehingga perusahaan harus menghadapi kerugian sebesar $2.34 miliyar (Kayis and Karningsih, 2012). Dari
pengalaman yang dialami oleh perusahaan Ericsson menunjukkan bahwa risiko memiliki
dampak yang merugikan dan berakibat pada kerugian secara financial.
Jika risiko tersebut
berpotensi mempengaruhi kelancaran aliran rantai pasok, maka risiko tersebut
perlu dilakukan penanganan yang baik melalui pendekatan yang sistematis dan
terstruktur sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pendekatan tersebut dikenal
dengan istilah manajemen risiko rantai pasok. Manajemen risiko rantai pasok
(SCRM) telah menjadi perhatian utama bagi para akademisi dan praktisi selama
beberapa tahun terakhir dan merupakan bagian dari mengelola rantai pasok.
Mengelola risiko rantai
pasok sangat penting dilakukan untuk memastikan langkah-langkah yang diambil tepat
sehingga dapat menghindari dan meminimalkan konsekuensi yang merugikan dari
sebuah kejadian (Kayis and Karningsih, 2012). Manajemen
risiko rantai pasok adalah proses yang sistematis untuk mengidentifikasi, menilai,
dan merespon risiko di sepanjang organisasi (Waters, 2007)
Menurut Norrman dan Jansson (2004), manajemen
risiko rantai pasok dapat berjalan dengan baik apabaila ada kolaborasi antara
anggota-anggota yang berada dalam rantai pasok untuk menerapkan proses manajemen
risiko rantai pasok secara bersama-sama sebagai alat untuk berurusan dengan
risiko dan ketidakpastiaan yang disebabkan oleh aktivitas logistik. Tujuan dari
manajemen risiko rantai pasok adalah memahami dan mencoba menghindari dampak
yang sangat merugikan dari terjadinya suatu kejadian yang dapat dimiliki oleh
rantai pasok.
Menurut Peck dkk (2003), definisi
manajemen risiko rantai pasok adalah proses identifikasi dan manajemen risiko
rantai pasok melalui pendekatan yang terkoordinasi dengan anggota-anggota
rantai pasok untuk mengurangi kerentanan pada rantai pasok secara keseluruhan.
Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah mampu mengidentifikasi sumber risiko
dan mengimplementasikan tindakan untuk menghindari kerentanan pada rantai
pasok. Selain itu, manajemen risiko rantai pasok memiliki tujuan untuk
mengurangi probabilitas dari kejadian risiko terjadi dan meningkatkan kemampuan
untuk kembali pulih dari gangguan risiko (Pujawan dan Geraldin 2009).
Secara umum, menurut Kayis dan Karningsih (2012) proses manajemen risiko rantai pasok
terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1. Identifikasi
Risiko
Tahapan ini untuk mengidentifikasi
potensi risiko dan sumber risiko melalui pemahaman kondisi internal dan
eksternal dan semua aktivitas.
2. Penilaian
Risiko
Tahapan ini untuk menentukan dampak
risiko yang teridentifikasi dari tahapan sebelumnya.
3. Evaluasi
Risiko
Menentukan prioritas risiko menurut
dampak dan kiterianya (keuntungan biaya,
ketersediaan sumber daya).
4. Mitigasi
Risiko
Menentukan tindakan untuk berurusan
dengan risiko.
Identifikasi risiko
adalah tahapan pertama dan terpenting dalam manajemen risiko rantai pasok. Saat
ini, jaringan rantai pasok semakin kompleks sehingga akan menyulitkan para
pengambil keputusan untuk melakukan identifikasi risiko. Oleh karena itu, para
pengambil keputusan memerlukan alat bantu untuk mengidentifikasi risiko.
Berbagai teknik dan alat bantu untuk mengidentifikasi risiko antara lain:
diagram sebab-akibat, analisis pareto, checklists, brainstorming, dan wawancara
(Waters, 2007). Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah yang
terkena potensi risiko, potensi risiko yang dapat terjadi dan penyebab risiko
di sekitar proses bisnis perusahaan. Berdasarkan
kajian literatur, beberapa penulis melakukan identifikasi risiko dengan cara
memetakan proses bisnis pada rantai pasok. Dalam penelitian Pujawan dan Geraldin, (2009) teknik yang
digunakan dalam proses identifikasi risiko adalah branstorming dan memetakan
proses bisnis rantai pasok ke dalam 5 proses yaitu plan, source, make, deliver, dan return untuk mempermudahkan
menemukan risiko dan penyebabnya. Teknik brainstorming sering banyak digunakan
untuk proses identifikasi risiko dan teknik ini sering digunakan dalam diskusi
kelompok untuk menghasilkan gagasan dalam mencari solusi penyelesaian
permasalahan yang dihadapi.
Namun, proses
identifikasi risiko tidak hanya mengidentifikasi risiko di dalam jaringan
rantai pasok, tetapi juga harus mempertimbangkan adanya keterkaitan beberapa
risiko dalam jaringan rantai pasok (Kayis dan Karningsih, 2012). Risiko rantai
pasok yang berhasil di identifikasi tidak
hanya diidentifikasi sebagai peristiwa yang terisolasi karena adanya
keterkaitan satu risiko dengan risiko lainnya. Dengan memahami hubungan
keterkaitan ini akan memudahkan untuk memahami dampak risiko pada seluruh
jaringan rantai pasok (Kayis dan Karningsih, 2012). Menurut Chopra dan Sodhi (2004), mengelola
risiko rantai pasok sangat sulit karena masing-masing risiko saling berhubungan
satu sama lain sehingga saat melakukan strategi mitigasi pada salah satu risiko
dapat memperburuk risiko lain. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang variasi
sumber risiko dan keterkaitan risiko rantai pasok akan membantu manager dalam memahami
dampak risiko pada jaringan rantai pasok dan memudahkan manager mengambil
tindakan strategi untuk mengurangi risiko yang terjadi (Chopra dan Sodhi, 2004).
Pfohl dkk (2011) mengusulkan
model untuk menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model tersebut
dikenal dengan interpretive structural
modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk mengidentifikasi
risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok pada tingkat
berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan, risiko berasal dari
supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal dari luar rantai
pasok.
Tahap selanjutnya dari
proses manajemen risiko rantai pasok adalah penilaian risiko. Tujuan dari
penilaian risiko untuk mengevaluasi peluang terjadinya suatu kejadian dan
memperkirakan kemungkinan dampak yang ditimbulkan dari risiko. Dalam penelitian
ini, pada tahapan penilaian risiko dampaknya dikaitkan dengan dampak dari
kejadian risiko, probabilitas dikaitkan dengan probabilitas dari suatu penyebab
risiko.
Selain itu, tujuan dari penilaian risiko untuk
memberikan informasi yang mendalam tentang risiko yang telah teridentifikasi
dalam rangka untuk mengurangi dampak dan kemungkinan kemunculan serta
menyiapkan suatu rencana tindakan untuk menghadapi risiko (Baird, 1986). Teknik yang umum digunakan untuk menganalisis
dan menilai risiko dengan menggunakan metode FMEA. Metode FMEA merupakan salah
satu alat yang digunakan untuk menilai risiko dan dapat membantu untuk
mengetahui probabilitas terjadinya risiko serta dampak dari kejadian risiko. Penilaian
risiko dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada para stakeholder
perusahaan yang mengerti kondisi perusahaan. Pembuatan kuesioner tersebut
bertujuan untuk menentukan tingkat dampak dan menentukan tingkat probabilitas
kejadian risiko menurut persepsi para stakeholder perusahaan. Penilaian ini
akan mempengaruhi tahap eveluasi risiko untuk memprioritaskan risiko yang akan
dimitigasi.
Penelitian terdahulu
mengenai penilaian risiko pernah dikaji oleh Gaudenzi dan Borghesi (2006) dengan
mengembangkan metodologi analytic
hierarchy process (AHP) untuk menilai risiko. Metode AHP digunakan untuk
memprioritaskan tujuan dari rantai pasok, mengidentifikasi indikator risiko,
menilai potensi dampak dari kejadian negatif, dan hubungan sebab-akibat
sepanjang rantai. Sementara itu, Berenji dan Anantharaman (2011) mengusulkan
metodologi untuk mengidentifikasi dan menilai risiko dalam rantai pasok
menggunakan metode Fuzzy Analytic Network
Process dan Fuzzy TOPSIS. Metode
Fuzzy Analytic Network Process digunakan untuk menggambarkan hubungan
keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok, sedangkan untuk Fuzzy TOPSIS
merupakan metode yang digunakan untuk memilih anggota yang berada di dalam
rantai pasok yang memiliki risiko terbesar.
Selanjutnya tahapan
evaluasi risiko, tahapan ini akan mengevaluasi risiko mana yang akan diberikan
prioritas terlebih dahulu untuk diberikan tindakan mitigasi risiko.
Risiko-risiko ini akan diprioritaskan berdasarkan perhitungan RPN yang
diperoleh pada tahapan penilaian risiko. Dari nilai tersebut, risiko-risiko
rantai pasok akan diurutkan dan risiko-risiko yang memiliki nilai terbesar akan
diprioritaskan terlebih dahulu untuk tindakan pencegahan.
Langkah terakhir,
strategi mitigasi risiko dimana data yang dikumpulkan dan diperoleh dari tahap
sebelumnya. Tujuan dari strategi mitigasi risiko untuk mengambil tindakan yang
dianggap tepat dan akurat untuk mengurangi probabilitas terjadinya risiko dan
mengurangi dampak dari kejadian risiko.
Strategi mitigasi dapat dicapai apabila ada koordinasi dengan anggota-anggota
yang terlibat di dalam jaringan rantai pasok. Dalam penelitian ini, strategi
mitigasi akan dirancang untuk penyebab risiko karena penyebab risiko inilah
yang mendorong beberapa risiko timbul.
Pujawan dan Geraldin (2009) mengembangkan metodologi
untuk strategi mitigasi risiko dengan pendekatan model House of risk. Pendekatan House
of risk merupakan model yang menggabungkan konsep FMEA dan HOQ. Pendekatan bertujuan
untuk mengidentifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi untuk mengurangi
probabilitas kemuculan dari penyebab risiko dengan memberikan tindakan
pencegahan pada penyebab risiko. Sementara, Sinha dkk (2004) mengusulkan
metodologi untuk mitigasi risiko rantai pasok. Model ini melibatkan proses
aktivitas dari identifikasi, menganalisis, solusi perencanaan dan implementasi,
analisis FMEA, dan melakukan perbaikan terus-menerus. Kelima aktivitas tersebut
dimodelkan dalam model IDEFO dimana setiap aktivitas memiliki imput, output,
mekanisme, dan kontrol. Model ini akan diterapkan pada industri dirgantara.
2.8
Keterkaitan Risiko Rantai Pasok
Identifikasi risiko
merupakan tahapan awal dan tahapan penting dalam manajemen risiko rantai pasok.
Identifikasi risiko dapat dijadikan sebagai salah satu cara mengidentifikasi
risiko dan penyebab risiko yang mungkin terjadi di dalam jaringan rantai pasok.
Di sisi lain, proses identifikasi risiko tidak hanya mengidentifikasi risiko di
dalam rantai pasok, tetapi juga harus mempertimbangkan sebuah hubungan saling
keterkaitan risiko-risiko di dalam rantai pasok (Kayis dan Karningsih, 2012). Sementara, Gaudenzi dan Borghesi (2006) berpendapat
bahwa proses identifikasi risiko juga harus mempertimbangkan 3 hal yaitu apa
yang yang menjadi penyebab risiko, dimana risiko tersebut muncul, dan apakah
risiko tersebut saling berkaitan. Namun, penelitian mengenai keterkaitan
risiko-risiko pada rantai pasok masih sedikit (Pfohl dkk, 2011).
Menurut Kayis dan Karningsih (2012), risiko di
dalam rantai pasok yang berhasil di identifikasi tidak hanya diidentifikasi
sebagai peristiwa yang terisolasi karena ada sebuah hubungan keterkaitan satu
risiko dengan risiko lainnya. Dengan memahami hubungan keterkaitan
risiko-risiko di dalam rantai pasok akan memudahkan dalam memahami dampak yang
dihasilkan dari risiko.
Sedangkan, menurut Chopra dan Sodhi (2004) mengelola
risiko dalam rantai pasok bukanlah suatu hal yang mudah karena ada banyak
sumber-sumber risiko dan masing-masing risiko tersebut sering memiliki hubungan
keterkaitan satu dengan yang lain. Dengan mengetahui sumber-sumber risiko dan
keterkaitannya akan membantu dalam mengupayakan keseimbangan dalam strategi
untuk mengurangi risiko secara efektif. Selain itu, Chopra dan Sodhi (2004) menegaskan
bahwa mengidentifikasi hubungan sebab-akibat pada masing-masing risiko menjadi
penting karena terdapat pengaruh tersembunyi dari salah satu risiko yang
sehubungan dengan risiko lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan yang sangat
besar.
Berdasarkan kajian
literatur, beberapa penulis membahas mengenai hubungan keterkaitan
risiko-risiko rantai pasok. Salah satu penulis yang membahas mengenai hubungan
keterkaitan yaitu Pfohl dkk (2011) dengan mengusulkan
model untuk menganalisis risiko rantai pasok secara terstruktur. Model tersebut
dikenal dengan interpretive structural
modeling (ISM). Model ISM akan menbantu manager untuk mengidentifikasi
risiko dan memahami keterkaitan risiko di sepanjang rantai pasok pada tingkat
berbeda. Timbulnya risiko berasal dari dalam perusahaan, risiko berasal dari
supplier, risiko berasal dari 3PL, dan risiko yang berasal dari luar rantai
pasok.
Penulis lain, Kayis dan Karningsih (2012) mengusulkan supply chain risk identification system
(SCRIS) untuk membantu para pengambil keputusan dalam mengidentifikasi risiko
dan keterkaitan risiko dalam rantai pasok. SCRIS dikembangkan dengan
menggunakan teknik knowledge based system
(KBS). Area fokus penelitiannya di jaringan rantai pasok dan lingkungan di luar
rantai pasok dengan mempertimbangkan karakteristik dari produk yang diberikan.
Sementara, Gaudenzi dan Borghesi (2006) mengusulkan
metode Analytical hierarchy process (AHP)
untuk menilai risiko pada rantai pasok. AHP akan digunakan untuk
memprioritaskan tujuan rantai pasok, mengidentifikasi keterkaitan risiko,
menilai potensial dampak dari kejadian risiko, dan menganalisis hubungan sebab
akibat di sepanjang rantai pasok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar